Saya tidak tau
kenapa tiba-tiba saya menyukai sosok Soe Hok-gie. Sebelumnya saya hanya tau
kalau Soe Hok-gie adalah aktivis mahasiswa di tahun 1960-an. Juga ketika teman-teman saya merekomendasikan
untuk menonton film Gie, saya tidak tertarik sama sekali untuk menontonnya.
Saya pikir, pasti itu film membosankan.
Entah kenapa
tiba-tiba saja saya menonton film Gie, ini bukan karena saya ingin tau tapi
lebih karena terpaksa tidak ada film lain yang bisa ditonton. Sewaktu menonton
itulah, saya mulai ‘jatuh cinta’ sama puisi-puisinya Gie salah satunya yang
berjudul Sebuah Tanya (yang dibacakan oleh Nicholas saputra). Saya seperti
ketagihan puisi-puisinya dan ‘googling’ di internet, ternyata puisi-puisinya
memang ‘enak’ untuk dibaca.
Selain karena
puisinya, saya juga tertarik dengan kisah hidupnya. Sewaktu saya membaca buku ‘Soe
Hok-gie...sekali lagi” yang ditulis oleh teman-temannya, saya sempat menangis
ketika temannya, Rudi Badil (yang ikut dalam pendakian Gunung Semeru bersama Gie)
menceritakan bagaimana mereka pada awalnya tidak percaya kalau Gie dan Idhan Lubis sudah meninggal, dan harus terpaksa meninggalkan jenazah keduanya di
puncak Gunung Semeru selama 7 hari untuk
mencari bantuan (saya tidak bisa membayangkan kalo saya harus diposisi mereka, terpaksa
meninggalkan jenazah teman baik saya di puncak gunung yang sepi dan dingin,
untungnya mereka semua orang-orang yang kuat dan tegar).
Soe Hok-Gie
meninggal pada usia hampir 27 tahun yaitu tanggal 16 Desember 1969, sehari
sebelum ulang tahunnya tanggal 17 Desember. Sedangkan Idhan lubis meninggal
pada usia 19 tahun. Keduanya masih sangat-sangat muda.
Di halaman terakhir
buku ’’ Soe Hok-Gie..sekali lagi :buku, pesta dan cinta di alam bangsanya”, Rudi
Badil menuliskan pesan :
Bagi pendaki gunung atau pencinta alam. Sisipan tulisan soal musibah Gunung Semeru semoga memberi prospek dari sisi lainnya. Ambil hikmahnya soal pertemanan sejati, serta peduli dan solidaritas untuk menolong dan menanti jasad sahabat yang tewas di atas gunung, agar dapat kembali pulang bersama-sama lagi, pulang ke rumah dan pulang ke liang lahat.
Kita semua tahu Hok-Gie dan Idhan itu tidak berbeda dengan kita-kita yang masih bisa membaca dan menulis buku ini. Namun kedua kawan itu terlalu cepat pergi. Pergi ke atas, jauh sekali ke atasnya atas.
:Untuk pusi-puisinya Soe Hok-gie, saya akan posting di lain kesempatan, jadi tunggu saja ^.^:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar