Just be yourself

Jadilah dirimu sendiri, sebaik-baiknya DIRIMU!!

Sabtu, 08 Desember 2012

Senja Di Pemakaman

17.30 WITA

Sesore ini masih banyak orang yang berdatangan,.
Aku mengamati mereka satu persatu, ada yang berombongan, ada yang berpasangan, bahkan ada yang sendiri, termasuk aku. Dan tepat hari ini, aku berumur 21 tahun

Aku berjalan melewati beragam jenis ‘rumah terakhir’ ini, sambil mengingat-ngingat sudah berapa lama aku tidak berkunjung kesini?
Anak-anak kecil berlarian mengejar layang-layang, berkejaran satu sama lain seolah-olah yang diinjak hanya sebongkah tanah.
Aroma ini.. wangi khas ketika ‘tamu’ itu datang dan membawamu pergi.
Aku berhenti tepat didepan sebuah makam berwarna abu-abu.

“apa kabarmu hari ini?"
“maaf aku terlalu sibuk dengan duniaku sendiri, sampai aku tidak pernah  mengunjungimu lagi.”
“kau tau..aku lelah dengan semuanya, semua kebohongan yang ada disini.”
“maukah kamu menungguku disana?”
“disini semuanya semu, sampai suatu ketika aku sadar yang nyata hanyalah kamu."
“maukah kamu menungguku disana?”
“maukah kamu menungguku?, sembari aku disini memperbaiki diri agar kita bisa dipertemukan disana.”

Langit sudah menjingga, tinggal beberapa orang yang tersisa disini. Anak-anak kecil itu sudah berlarian pulang. 

Sepertinya aku juga harus pulang, “maaf aku tidak menaburkan bunga kali ini, aku hanya ingin  menaburkan rindu disini, merayakan ulang tahunku disini, di waktu yang engkau sukai, di senja kali ini… setelah sekian tahun, kita kembali bersama dengan kondisi yang berbeda, ada sekat yang tidak bisa kita tembus. Aku disini berpijak di bumi ini, kau diatas sana bersamaNya."

18.00 WITA

Aku melihat lagi nisan di makam itu

Lahir  : 01 Oktober 1983
Wafat : 16 September 2000

Sumber : klik disini 


“aku pergi dulu, sampai bertemu disana Kak!”




12:44am
06.12.12
:Sebuah pelarian..:



Minggu, 02 Desember 2012

Puisi Dari Rahmi

Sewaktu KKN kemarin (18 Juni-14 Agustus 2012 di Jeneponto), saya dan teman-teman sempat mengajar di TPA dekat posko. Murid saya ada sekitar 5 orang, tapi terus berkurang dari hari ke hari (sampai nda ada yang datang sama sekali, hehe :D).  Waktu itu saya pernah menyuruh mereka membuatkan puisi untuk saya, awalnya sih saya cuma menyuruh mereka bercerita tentang apa saja, cuma 2 orang yang berani dan yang lainnya hanya mendengarkan. Karena masih ada yang takut untuk bercerita, saya memberikan mereka tugas untuk menulis puisi.  

” Jadi tugasnya buat puisi nah, kerjakan di rumah, kalo sudah selesai nanti kasikan ke kakak. Oia puisinya tentang Ka’ Mahda ya (ini sebenarnya iseng ditambah pengen banget ada orang yang buatkan puisi khusus untuk saya *ngarep :p).”

Memasuki bulan ramadhan, jadwal TPA-nya mulai tidak teratur dan saya jarang lagi ketemu sama murid-murid saya. Ternyata, sampai saya selesai KKN dan sudah mau balik ke Makassar hanya ada 1 orang yang betul-betul mengerjakan PR-nya. Namanya Rahmi, baru kelas 5 SD  tapi puisi yang dia buatkan untuk saya itu sudah sangat wahhh untuk ukuran anak SD. Saya merasa kalah, saya yang sudah semster 7 saja tidak terlalu pintar untuk membuat sebuah puisi. Saya cuma menangis sewaktu baca puisinya Rahmi di mobil (ketika itu saya dan teman-teman dalam perjalanan kembali ke Makassar). Sedihnya saya cuma bisa kasi Rahmi gantungan kunci dan bros dari kerang yang saya beli di pantai bira.

Silahkan dibaca puisinya Rahmi, ini tanpa ada editan loh, langsung saya salin.


Mawar Merah (Ka’ Mahda)

Kau begitu cantik hari ini
Malam indah terindah raut wajahmu
Mata berbinar dalam kesunyian
Wahai Ka’ Mahda

            Daun begitu lekat padamu
            Kaupantas tersenyum hari ini
            Wahai Ka’ Mahda

Sepi ilalang di pangkuanmu
Lekuk sahaja pesona manismu
Darah deras salami rindu
Wahai Ka’ Mahda

            Duri tak terasa menyapa
            Nyanyian angin suka padamu
            Hiasi malam senyuman manismu
            Kau pantas di sebut mawar merah
            Wahai Ka’ Mahdaku

                        Pencipta Rahmi
                        Buat Ka’ Mahda



 Rahmi dan Ila

Puisi dari Rahmi


Semoga kita bisa ketemu lagi ya Rahmi.. Insyaallah..



12:50pm
:ditunggu.. puisi dari seseorang:

Senin, 26 November 2012

Jembatan Zaman


Bertambahnya usia bukan berarti kita paham segalanya.

Pohon besar tumbuh mendekati langit dan menjauhi tanah. Ia merasa telah melihat segala dari ketinggiannya. Namun, masih ingatkah ia dengan sepetak tanah mungil waktu masih kerdil dulu? Masih pahamkah ia akan semesta kecil ketika semut serdadu bagaikan kereta raksasa dan setetes embun seolah bola kaca dari Surga, tatkala ia tak peduli akan pola awan di langit dan tak kenal tiang listrik?

Waktu kecil dulu, kupu-kupu masih sering hinggap di pucuknya. Kini, burung besar bahkan bersangkar di ketiaknya, kawanan kelelawar menggantungi buahnya. Namun, jangan sekali-kali ia merendahkan kupu-kupu yang hanya menggeliat di tapaknya, karena mendengar bahasanya pun ia tak mampu lagi.

Setiap jenjang memiliki dunia sendiri, yang selalu dilupakan ketika umur bertambah tinggi. Tak bisa kembali ke kacamata yang sama, bukan berarti kita lebih mengerti dari yang semula. Rambut putih tak menjadikan kita manusia yang segala tahu.

Dapatkah kita kembali mengerti apa yang ditertawakan bocah kecil, atau yang digejolakkan anak belasan tahun seiring dengan kecepatan zaman yang melesat meninggalkan? Karena kita tumbuh ke atas, tapi masih dalam petak yang sama. Akar kita tumbuh ke dalam dan tak bisa terlalu jauh ke samping. Selalu tercipta kutub-kutub pemahaman yang tak akan bertemu kalau tidak dijembatani.

Jembatan yang rendah hati, bukan kesombongan diri.

-  Dewi ‘Dee’ Lestari -



09:34pm 
:sudah mencapai umur segini pun, masih banyak yg belum saya mengerti:

Kamis, 15 November 2012

Kenapa Harus Takut?

Kenapa harus takut jika yang kita lakukan itu untuk kebaikan.

Terkadang saya merasa “setengah-setengah” untuk melakukan kebaikan. Seperti ketika saya ingin memberikan sebuah buku ke adik pemulung yang ada di fakultas, niat saya sudah ‘bulat’ ingin memberikannya buku. Tapi sewaktu adik itu semakin dekat saya jadi ragu lagi, berikan atau tidak. Saya melihat sekeliling, orang-orang lagi ramai-ramainya duduk di lego-lego.

Akhirnya adik itu sudah sampai di dekat saya, dia mengais-ngais tempat sampah yang ada disamping lego-lego yang saya duduki. Dan adik itu berlalu begitu saja, meninggalkan saya yang dari tadi masih ragu untuk memberikannya buku. Ada rasa takut yang membuat keraguan saya semakin besar.

Kejadian ini bukan pertama kalinya, tapi sudah sering saya alami. Saya selalu merasa takut.

Setelah dipikir-pikir, sebenarnya saya takut terhadap apa? Toh, yang mau saya lakukan ini bermanfaat dan mendatangkan pahala. Ternyata saya takut pada pandangan orang-orang disekitar saya. Saya takut dianggap sok baik, saya takut dianggap ‘pamer’ kebaikan dan berbagai alasan yang membuat saya takut.

Astaghfirullah.. ternyata saya lebih mengkhawatirkan prasangka orang lain dari pada prasangka Allah sendiri. Sepertinya selama ini saya masih belum ikhlas, masih ada prasangka-prasangka yang masih berkeliaran di hati saya.

Tidak! Barang siapa menyerahkan diri sepenuhnya kepada Allah, dan dia berbuat baik, dia mendapat pahala di sisi Tuhannya dan tidak ada rasa takut pada mereka dan mereka tidak berserah hati. [Q.S Al-Baqarah : 112]

Bagi orang-orang yang berbuat baik, ada pahala yang terbaik (surga) dan tambahannya (kenikmatan melihat Allah). Dan wajah mereka tidak ditutupi debu hitam dan tidak (pula) dalam kehinaan. Mereka itulah penghuni surga, mereka kekal di dalamnya. [Q.S Yunus : 26]

Dan bersabarlah, karena sesungguhnya Allah tidak menyia-nyiakan pahala orang yang berbuat kebaikan. [Q.S Hud : 115]
 Sumber : klik disini


Bismillah.. semoga kita tidak lagi takut untuk berbuat kebaikan, masih banyak orang di luar sana yang menantikan uluran tangan kita. Selamat berbuat kebaikan.
Semoga tulisan ini bermanfaat.


12:47am
: 2 Muharram 1434 H:

Jumat, 12 Oktober 2012

Rasa Kehilangan Yang Terlambat


 Sumber : klik disini

Gadis kecil itu baru berumur 9 tahun tapi ia sudah dihadapkan dengan kehilangan. Kakak laki-laki dari  gadis kecil itu pergi disaat ia baru merasakan kedekatannya sebagai adik.

Ia hanya ingat seminggu sebelum kakak laki-lakinya sakit, mereka berdua nonton tv bersama dan kebetulan yang ditonton cerita komedi. Pada hari itu, gadis kecil dan sang kakak  tertawa bersama-sama. 

Setelah itu, keadaan cepat sekali berubah tiba-tiba saja kakak laki-lakinya itu demam tinggi dan harus dirawat di rumah sakit. Tepat di hari ke-7 sang kakak ada di rumah sakit, malam itu di rumah si gadis kecil, dia tidak bisa tertidur entah kenapa dia sangat  gelisah. Tiba-tiba ada yang masuk ke dalam kamarnya dan membisikkan sesuatu, “ Kakak mu sudah pergi, sudah  diambil sama Allah.” Gadis kecil itu masih belum mengerti apa maksud perkataan orang itu.

Esoknya orang-orang makin ramai berdatangan ke rumah si gadis kecil. Dia hanya diam, bingung dengan apa yang terjadi.
Keranda itu datang, dia melihat orang-orang menurunkan tubuh kakaknya di atas kasur yang sedari pagi sudah diletakkan di ruang tamu. 

Gadis kecil itu baru sadar (dengan kesadaraan seorang anak kecil yang berumur 9 tahun dan belum tau apa arti dari kehilangan) bahwa sang kakak sudah meninggal, untuk terakhir kalinya gadis kecil itu melihat wajah sang kakak, wajahnya yang begitu teduh.
Gadis kecil itu hanya bisa  menangis di sudut rumah ketika orang-orang membawa keranda (didalamnya ada sang kakak yang sedang terbaring) itu menjauh dari rumahnya.
Beberapa hari kemudian, gadis kecil itu melanjutkan kehidupannya seperti biasa. Bermain, belajar di sekolah hingga lupa apa yang pernah terjadi pada kakaknya meskipun ia masih mengingatnya sedikit. Hanya ingat sebentar lalu dilupakan.

Hingga waktu berjalan sangat-sangat cepat, gadis kecil itu sudah beranjak remaja. Seiring dengan pemahamannya yang sudah bertambah tentang kehidupan yang dijalaninya, gadis kecil itu mencoba merangkaikan kejadian-kejadian masa lalunya. Tepat ketika ia mengingat kembali perginya sang kakak, ketika itu juga dia tersadar, bukan dengan kesadaran anak kecil berumur 9 tahun tapi dengan kesadaran seorang adik yang kehilangan sosok sang kakak. Dia menangis,.. meminta kejelasan kepada TuhanNya, kenapa ia baru merasakan kehilangan setelah bertahun-tahun sang kakak pergi. 

Sungguh, ini sangat menyakitkkan bagi si gadis kecil (yang sudah beranjak remaja) itu.

Rasa kehilangan yang terlambat,, membuat ia berusaha keras untuk terus menghidupkan sang Kakak di hatinya sebelum ia lupa dengan kenangan-kenangan mereka (yang sangat sedikit).

Rasa kehilangan yang terlambat.. membuat ia terus memohon kepada TuhanNya agar ia dipertemukan  dengan sang kakak suatu hari nanti di surgaNya.

Rasa kehilangan yang terlambat.. membuat ia terus berusaha mengingat wajah sang kakak, tidak peduli  ingatan-ingatan itu semakin mengabur.

Apapun bentuk kehilangan itu, ketahuilah, cara terbaik untuk memahaminya adalah selalu dari sisi yang pergi. Bukan dari sisi yang ditinggalkan.
         -Tere Liye, novel 'Rembulan Tenggelam Di Wajahmu'-


12.10.12
12:57pm